Peran Ormas dan Tokoh Masyarakat dalam mewujudkan Kerukunan dan Harmoni Sosial

Umat Beragama - Pengertian, Tujuan, Fungsi, Konsep Tri,Para Ahli

Peran Ormas dan Tokoh Masyarakat

Peran adalah sumbangan atau kontribusi yang bisa dilakukan atau hasil yang dirasakan atas sikap, perilaku atau pekerjaan atau faktor perubah keadaan yang dapat dinikmati atau dirasakan hasil dari kehadiran, penanaman nilai atau sikap atau hasil usaha terpadu.

Organisasi kemasyarakatan dan tokoh masyarakat adalah unsur strategis yang melembaga dan atau unsur individu yang berpengaruh yang memiliki kontribusi atas segala sesuatu yang disepakati sebagai keadaan ideal.

Kelembagaan dan orang yang berpengaruh itu mendapatkan pengakuan baik dari pemerintah ataupun dari unsur non pemerintah dari tingkat lokal maupun nasional

Beberapa hal terkait peran

  1. Pemerintahan: Demokrasi, keadilan sosial, pemerataan, kesejahteraan Ketimpangan ekonomi,
  2. Tata Nilai Agama ; Rahmatan lil alamin, kerukunan, harmoni masyarakat
  3. Nilai tradisi dan local wisdom; musyawarah, anti kekerasan, perlindungan yang lemah, budaya lokal.
  4. Penyelesaian masalah strategis: kemiskinan, kebodohan, ketimpangan, keberlanjutan bangsa
  5. SDM dan ekonomi ; akses pendidikan, akses kesehatan, pengembangan kader, pemuda

Sumber kepemimpinan informal

KETURUNAN       = BANGSAWAN, SAUDAGAR / ORANG KAYA

KEKAYAAN          = BERJIWA SOSIAL, SEJAHTERAKAN MASY.

PENDIDIKAN  = PENGETAHUAN & KETRAMPILAN MELEBIHI MASYARAKAT KELOMPOKNYA

PENGALAMAN    = SPESIFIK & TIDAK DIMILIKI ORANG LAIN

KHARISMA           = DAYA TARIK & PENGARUH BESAR

JASA                       = PARTISIPASI BESAR, BAIK MORAL MAUPUN MATERIAL

Jadi esensi dan falsafah orang kuat secara tradisioanl itu apa unsur terpentinfnya?

Kerukunan dan Harmoni (1)

Kerukunan,  adalah nilai atau sikap hidup dan perilaku individu atau perilaku kelompok yang memiliki rasa kebersamaan dalam mengatasi masalah, dalam menanggung beban dengan zerro conflict

Harmoni sosial ini sangat terasa lebih kuat pada daerah daerah tertentu yang memiliki sejarah lokalitas yang sama, atau keluarga besar sosial tertentu yang hidup dalam kebersamaan sejak lama yang mengembangkan kesepakatan tak tertulis untuk bersedia berkorban mengatasi tantangan luarnya tanpa timbal balik yang langsung dan immaterial.

 

Kerukunan dan Harmoni (2)

 

Dalam bahasa agama, mungkin kerukunan ini dekat dengan istilah ukhuwah ijtimaa’iyah atau al taakaaful al ijtimaa’iyah. Dalam istilah pemerintahan modern sikap itu kemudian dipromosikan sebagai unity and harmony yang akhir akhir ini dipercaya sebagai obat mujarab bagi mengatasi masalah ketidak berdayaan sosial.

Di Nusantara, kerukunan dan gotong royong itu sangat terbina sebagai kearifan sosial (local wisdom) yang dicontohkan dan dipertahankan secara komunal oleh pemimpinan informal di kawasan desa dan beberapa suku di beberapa pulau kecil dan perbatasan. Secara agregat desa, kawasan terpencil dan kawasan tradisi itu oleh lebih dari 60% penduduk Indonesia.

 

KERUKUNAN DAN HARMONI ;
SYARAT NEGARA KUAT

 

Bahwa sebuah bangsa terwujud dan kuat apabila memiliki syarat apa yang pernah disebut oleh Soekarno—mengikuti pendapat Ernest Renan— sebagai le desire d’etre ensemble atau kehendak akan bersatu.

Soekarno mengingatkan syarat pendirian suatu bangsa yang didasarkan pada keinginan yang kuat dari setiap elemen masyarakat untuk bersatu (dalam Kebhinnekaan).

Dalam konteks kemasyarakatan maka masalah sosial yang tak tertangani secara nasional akan menggumpal menjadi antipati kepada negara.

 

TANTANGAN SITUASI TERKINI

 

Selama berabad abad, sistem kemasyarakatan di Nusantara dan rasa kesetiakawanan sosial yang melembaga secara tradisional menyimpan energi positip bagi kelangsungan berbangsa dan bermasyarakat.

Di jaman sekarang, nilai kebersamaan tergerus oleh sikap individualisme dan sikap ananiyah.  Nilai luhur kesetiakwanan sosia tergerus oleh materialisme. Sikap saling tolong menolong ditindas oleh sikap tidak peduli dan acuh tak acuh.

Bahkan di institusi pemerintahan terdapat situasi yang memaksa birokrat yang secara individual salehpun tak bisa berdaya atas segala sesuatu yang menjadi kewajibannya yaitu menolong orang atau sekelompok orang yang tak berdaya.

Conflict and Resolution:

Dahrendorf

Integration Theory

Every society is relatively persistent and stable

Every society is well integrated

Every element has function

Every function is based on consencus

Conflict Theory
DAHRENDORF

MASYARAKAT =KONFLIK

Every society at any point is subject to changes

Every society displays at conflict and dissensus

Every element in society renders a contribution of disintegration and change


IDEOLOGI PEPERANGAN DAN SIKAP ANANIYAH

Dalam pengetahuan akademik saya, pertentangan ideologis  atau pertentangan agama sesungguhnya hanya salah satu saja dari pertentangan dan kericuhan di negara ini.

Yang paling besar itu ialah pertentangan etnis dan identitas, penguasaan ekonomi dan ketidak adilan negara atau gap  (kaya miskin)

 

YANG PALING BESAR PERANNYA DALAM KONFLIK SOSIAL IALAH PERTENTANGAN ETNIS DALAM MEMPEREBUTKAN SUPERIORITAS, AKSES TANAH, AKSES EKONOMI ATAU APA YG MEREKA SEBUT HARGA DIRI

DISAMPING ITU YANG SANGAT BERBAHAYA IALAH PEREBUTAN SUMBER EKONOMI YANG TERBATAS  DIKUASAKAN PADA KELOMPOK TERTENTU, PENGUSIRAN SECARA SISTEMIK WARGA ASLI ATAU WARGA ADAT (PAPUA, JAMBI, ADAT TERPENCIL)

SETIAP KETIDAK ADILAN AKAN MENGUNDANG  KONFLIK DAN MUNGKIN PERANG DAN KEKACAUAN (ABDUL HARIS NASUTION)


There has been a mis-conception and mis-perception toward Islam and Indonesia, and Islam in Indonesia:

Islam is closely related with terrorism, jihad, violence

Islam does not compatible with democracy

Islam is not concerned with Human Right

Islam is not concerned with modernity

Poeple in Indonesia does not embracing plurality

Islam does not respect to women (too patriarchy)

Keberagamaan di Indonesia

Di Indonesia, negara yang menentukan agama mana saja yang boleh hidup di negara ini, dan prinsip prinsip agama apa saja yang boleh dipraktikan disini. Negara juga mengatur bagaimana tatacara beragama dalam konteks kenegaraan. Negara juga membantu kehidupan beragama dengan memberi jaminan ummat beragama untuk melaksanakan ibadah menurut keyakinan masing masing.

Berbeda dengan negara lain semisal China dan Arab Saudi, prinsip dasar yang dianut dan ditetapkan negara ini ialah keharusan untuk saling menghormati, saling menghargai dan saling memberi jaminan agar ummat yang lain bisa dengan tenang dan hidup berdampingan rukun dan damai sebagaimana diamanatkan oleh undang undang.

Masalahnya ialah kadang indoktrinasi agama dalam tataran publik dibarengi dengan persaingan dan menegasikan kelompok beragama lainnya. Lebih masalah lagi bagi negara bila ‘pemimpin agama’ menyarankan bentrok fisik -dalam kondisi yang lain damai- sebagai bagian dari bentuk perjuangan agama, sebagai jihad?.

Doktrin Agama, Menentukan Kerukunan

Diyakini dan selalu diyakinkan bahwa tidak akan ada hal yang lebih penting, lebih prinsip, dan yang lebih hakiki dari doktrin agama. Kalau ummat Islam, ya pasti harus mengatakan Rukun Islam dan Rukun Iman, Syahadatain adalah pangkal dari semuanya. Ini patok bandrol, jangan ditawar tawar, tak boleh terpeleset sedetik dan setengah atau sejengkalpun dari doktrin ini. Siapa yang alpa sedetik sekalipun, dia bisa dianggap kafir atau musyrik. Orang kafir dan musyrik tak akan ada ampun dari Tuhannya, amalnya tidak diterima, hidupnya tidak ada artinya.

Demikian pula bagi ummat Kristiani, ummat Hindu dan Budha serta agama - kepercayaan lain yang disahkan oleh negara. Tak ada yang lebih penting dari keyakinan agamanya; tentang siapa Tuhan, apa Kitab Suci yang harus dianut, siapa pesuruh Tuhan dan, siapa hakekat manusia itu.

Dalam tataran kemasyarakatn dan dalam tataran kenegaraan pada prinsipnya semua doktrin agama yang disyahkan oleh UU diakui oleh negara.

Characters in
Social Organizational Leadership

The intelligence of leaders

Social maturity and breadth of leaders

Inner motivations of the leaders

Human relations attitude

penyebab konflik dan perpecahan

PENUTUP


SINERGITAS ANTAR UNSUR

MENGUATKAN PERSATUAN

DAN HARMONI

Oleh

Prof M. Mas’ud Said MM Ph D


 

0 Komentar