Kebijakan Extraordinary APBN Untuk Membantu Masyarakat Serta Dunia Usaha Pulih Dan Bangkit

Tahun 2020 merupakan tahun yang penuh tantangan, tidak hanya di bidang ekonomi, namun di seluruh aspek kehidupan. Pandemi Covid-19 yang awalnya merupakan permasalahan kesehatan, secara cepat merambat menjadi pemicu permasalahan ekonomi dan sosial. Perubahan signifikan terjadi pada APBN 2020 karena meningkatnya kebutuhan penanganan dampak kesehatan, perlindungan sosial bagi masyarakat terdampak, serta upaya pemulihan ekonomi domestik. Perubahan postur APBN dilakukan dua kali, yaitu melalui Perpres 54/2020 dan kemudian diubah lagi menjadi Perpres 72/2020. Pemerintah menempuh langkah extraordinary untuk menghadapi pandemi Covid-19 dengan melebarkan defisit menjadi 6,34% terhadap PDB.

APBN 2020 dirancang bersifat ekspansif serta countercylical untuk memastikan agar perekonomian terus bergerak untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur di tengah berbagai tantangan, termasuk penanganan pandemi Covid-19. Melebarnya defisit APBN untuk membiayai penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi membuat Pemerintah memerlukan sumber pembiayaan extraordinary, antara lain melalui skema burden sharing bersama Bank Indonesia.

Kinerja Ekonomi Makro

Tahun 2020 dibuka dengan optimisme adanya kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta dimulainya masa transisi Brexit. Namun, Covid-19 mengubah arah perekonomian global secara drastis. Pelebaran defisit fiskal dilakukan berbagai negara untuk mendukung kebijakan penanganan Covid-19 dan memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian domestik.  Perekonomian Indonesia di tahun 2020 menghadapi tantangan luar biasa sebagai dampak tren penurunan perekonomian global, yang bertransmisi secara cepat ke perekonomian nasional, yang menyebabkan gangguan pada sisi demand dan supply. Ketidakpastian yang tinggi membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh berbagai institusi mengalami revisi ke bawah.

Di penghujung tahun 2020, keberhasilan pengembangan vaksin Covid-19 memberikan optimisme dan meningkatkan sentimen positif terhadap prospek perekonomian dan pasar keuangan global. Volatilitas bursa saham dan obligasi global menurun, sehingga memicu aliran modal ke pasar keuangan negara berkembang. Tren penguatan aktivitas manufaktur global juga meningkat, didorong oleh ekspansi manufaktur negara maju dan perbaikan di beberapa negara Asia.

Memasuki triwulan IV-2020, perbaikan aktivitas ekonomi terus berlanjut setelah proses pembalikan arah (turning point) yang terjadi di triwulan III-2020. Komitmen Pemerintah menyiapkan vaksin gratis bagi seluruh warga memberikan harapan perbaikan ekonomi, namun demikian penanganan pandemi Covid-19 akan terus dijalankan. Permintaan domestik melanjutkan pemulihan terbatas, sementara ekspor membaik signifikan. Outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020 diperkirakan akan mengalami kontraksi pada kisaran -2,2% s.d -1,7%.

Kondisi makro ekonomi juga menunjukkan perbaikan dan relatif stabil yang tercermin pada membaiknya inflasi dan terjaganya stabiltas nilai tukar rupiah. Inflasi mulai mengalami peningkatan sejak Oktober 2020 menunjukkan indikasi pulihnya permintaan. Peningkatan inflasi terjadi pada kebutuhan pangan, sementara kebutuhan non-pangan jasa dan komoditas leisure masih melambat. Sampai dengan akhir tahun, inflasi mencapai 1,68% (yoy) didorong peningkatan permintaan di akhir tahun 2020.

Pulihnya aliran modal mendorong peningkatan IHSG dan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap USD. Arus modal masuk di pasar keuangan (NFB) mulai membaik di triwulan IV setelah mengalami outflow sangat besar di triwulan II-2020. IHSG terus melanjutkan tren kenaikan setelah mengalami kondisi terburuk di bulan April. Nilai tukar Rupiah terus menunjukkan penguatan menjelang akhir tahun dengan rata-rata sampai dengan akhir tahun mencapai Rp14.577/USD.  

“Ini adalah situasi yang kita hadapi. Namun, Indonesia dibanding negara lain, kita akan terus keep-up untuk selalu relatif lebih baik atau meresepon secara lebih efektif, sehingga perekonomian dan masyarakat kita bisa bangkit kembali,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat konferensi pers Realisasi Pelaksanaan APBN TA 2020.

Kinerja Pelaksanaan APBN

Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.633,6 triliun (96,1% dari target Perpres 72/2020). Jika dibandingkan dengan capaian tahun 2019, realisasi pendapatan negara tahun 2020 tersebut tumbuh negatif sebesar -16,7%. Penerimaan pajak yang paling terpukul dampak dari pandemi di sisi lain karena pemerintah juga memberikan insentif pajak kepada UMKM dan dunia usaha yang terimbas pandemi Covid-19. Insentif diberikan dalam bentuk a.l. PPh 21 DTP; Pengurangan PPh ps 25; Restitusi PPN dipercepat; dan PPh final UMKM DTP. Di sisi lain, penerimaan Kepabeanan & Cukai relatif lebih baik didukung kebijakan tarif cukai dan pengendalian rokok ilegal, sedangkan penerimaan PNBP ditopang oleh harga komoditas yang membaik di akhir tahun 2020. Sementara itu, realisasi penerimaan hibah mencapai Rp12,3 triliun terutama dipengaruhi oleh hibah dari dalam negeri langsung (Pemerintah Daerah) terkait penyelenggaraan Pilkada tahun 2020.

Selanjutnya, realisasi belanja negara mencapai Rp2.589,9 triliun (94,6% dari pagu Perpres 72/2020), atau tumbuh 12,2% dari realisasinya di tahun 2019. Hal ini sejalan dengan strategi ekspansif yang diambil Pemerintah untuk menahan laju perlambatan ekonomi akibat pandemi dengan melakukan peningkatan belanja yang diarahkan untuk penanganan dampak Covid-19 di bidang kesehatan, melindungi masyarakat terdampak, serta pemulihan ekonomi.

Dalam realisasi belanja negara di tahun 2020 tersebut, realisasi belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp1.827,4 triliun (92,5% dari pagu Perpres 72/2020), atau tumbuh 22,1% dari realisasinya di tahun 2019. Realisasi belanja pemerintah pusat tersebut meliputi belanja K/L sebesar Rp1.055,0 triliun (126,1% dari pagu Perpres 72/2020). Peningkatan kinerja realisasi belanja K/L tersebut antara lain dipengaruhi oleh realisasi bantuan sosial (bansos) yang mencapai Rp205,1 triliun atau sekitar 120,1 persen dari pagu Perpres 72/2020. Realisasi bansos tersebut tumbuh 82,3 persen (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, terutama karena didorong adanya perluasan penyaluran bantuan sosial agar dapat maksimal dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Di sisi lain, kebijakan refocusing/realokasi belanja K/L, untuk mendukung pendanaan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi, telah membawa belanja yang lebih efisien dengan memanfaatkan IT menuju adaptasi kebiasaan baru.

Sementara itu, realisasi belanja non K/L sebesar Rp772,3 triliun (67,8% dari pagu Perpres 72/2020), antara lain terdiri dari pembayaran bunga utang Rp314,1 triliun dan subsidi sebesar Rp196,2 triliun (102,2% dari pagu Perpres 72/2020). Peningkatan realisasi subsidi didukung oleh pemberian diskon listrik, subsidi Bunga UMKM, stimulus KUR, insentif perumahan, dan Pajak Ditanggung Pemerintah yang menunjukkan kontribusi APBN dalam mendukung kesejahteraan  masyarakat yang terdampak Covid-19.

Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp762,5 triliun (99,8% dari pagu Perpres 72/2020), lebih rendah 6,2% dari realisasi di tahun 2019. Pencapaian realisasi TKDD tersebut antara lain dipengaruhi oleh tambahan alokasi kurang bayar Dana Bagi Hasil, kinerja daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran Dana Transfer Khusus dan pemanfaatan Dana Desa untuk pemberian BLT Desa. Selain itu, adanya pandemi Covid-19 pada tahun 2020 juga dilakukan kebijakan relaksasi percepatan penyaluran TKDD dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi di daerah, antara lain penggunaan anggaran infrastruktur yang diatur minimal 25% dari Dana Transfer Umum (DTU) direlaksasi untuk dapat digunakan dalam pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19.

Kinerja APBN sebagai alat countercyclical untuk merespon dampak pandemi sampai dengan akhir tahun cukup terkendali dengan tetap menjaga defisit di bawah target Perpres 72/2020, yaitu sebesar Rp956,3 triliun (6,09% dari PDB). Pemenuhan kebutuhan defisit anggaran dan untuk mendukung pelaksanaan program PEN, Pemerintah mengelola pembiayaan anggaran secara prudent dan terukur, serta memperkuat sinergi dengan Bank Indonesia (BI). Realisasi pembiayaan anggaran pada tahun 2020 tercatat mencapai Rp1.190,9 triliun, utamanya bersumber dari pembiayaan utang yang mencapai Rp1.226,8 triliun.

Realisasi penerbitan SBN melalui lelang telah terpenuhi 100%, termasuk total pembelian SBN oleh BI sebagai stand by buyer sesuai SKB I sebesar Rp75,86 triliun (SBSN Rp33,78 triliun dan SUN Rp42,07 triliun) serta pembiayaan terkait burden sharing sesuai SKB II juga terpenuhi 100%, yaitu realisasi Public Goods sebesar Rp397,56 triliun dan nonpublic goods sebesar Rp177,03 triliun. Dukungan BI sesuai skema SKB I dan II tersebut akan dimaksimalkan untuk penanganan Covid-19 dan PEN, termasuk pengadaan vaksin, di tahun 2020 dan 2021. Pemerintah juga telah merealisasikan pengeluaran pembiayaan investasi yang diberikan kepada BUMN, BLU, dan lembaga, serta badan lainnya sebagai bagian dari upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Dengan posisi realisasi defisit dan pembiayaan anggaran tahun 2020 tersebut, diperkirakan terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) sebesar Rp234,7 triliun. SiLPA tersebut dapat dipergunakan Pemerintah sebagai fiscal buffer dalam APBN TA 2021, antara lain sebagai salah satu sumber pembiayaan program vaksinasi. Tahun 2020 ditutup dengan optimis seiring perkembangan vaksin yang memberikan harapan di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang masih memerlukan penanganan serius. Momentum perbaikan ekonomi yang sedang berjalan perlu dijaga dan dilanjutkan di tahun 2021 dengan tetap fokus pada upaya penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi dengan tetap menjaga kredibilitas pengelolaan APBN dan kepercayaan masyarakat.

Sumber Informasi: SP-01/KLI/2021 Kemenekeu

0 Komentar